Waspada Kasus Difteri

Kasus
kematian akibat difteri menjadi momok bagi sejumlah daerah. Dari data Kemenkes
RI menyebutkan setidaknya ada 11 provinsi yang melaporkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) akibat difteri pada kurun waktu Oktober–November 2017.

Sebelas provinsi itu yakni Sumatera Barat, Jawa
Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau,
Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Apa itu
difteri ?

Difteri
adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae dan
dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak. Penyakit ini memiliki masa
inkubasi 
(waktu terpajan infeksi sampai menimbulkan gejala awal) 2-5 hari dan akan menular selama 2-4 minggu, memiliki gejala antara
lain demam, batuk, sulit menelan, selaput putih abu-abu,
pembengkakan pada leher, sulit bernafas.

Penyakit difteri
sangat menular dan dapat menyebabkan kematian. Penyakit difteri dapat dicegah
dengan melakukan imunisasi sesuai jadwal yang direkomendasikan oleh
Kementerian Kesehatan atau Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Lengkapi imunisasi DPT/DT/Td anak
anda sesuai jadwal imunisasi anak Kementerian Kesehatan atau Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Imunisasi difteri lengkap adalah sebagai berikut:
  • Usia kurang dari 1 tahun harus
    mendapatkan 3 x imunisasi difteri (DPT).
  • Anak usia 1 sampai 5 tahun harus
    mendapatkan imunisasi ulangan sebanyak 2 x.
  • Anak usia sekolah harus mendapatkan
    imunisasi difteri melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
    siswa sekolah dasar (SD) kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 atau kelas 5.
  • Setelah itu, imunisasi ulangan dilakukan
    setiap 10 tahun, termasuk orang dewasa. Apabila status imunisasi belum
    lengkap, segera lakukan imunisasi di fasilitas kesehatan terdekat.

Kenali gejala awal difteri. Gejala awal
difteri bisa tidak spesifik, seperti:

    • Demam tidak tinggi
    • Nafsu makan menurun
    • Lesu
    • Nyeri menelan dan nyeri tenggorok
    • Sekret hidung kuning kehijauan dan bisa
      disertai darah
Namun memiliki tanda khas berupa selaput putih keabu-abuan di
tenggorok atau hidung, yang dilanjutkan dengan pembengkakan leher atau disebut
sebagai bull neck.
Berikut himbauan dari Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) apabila menjumpai penderita sesuai dengan gejala yang
telah dijelaskan diatas :
  • Segera ke fasilitas kesehatan terdekat
    apabila anak anda mengeluh nyeri tenggorokan disertai suara berbunyi
    seperti mengorok (stridor) atau pembesaran kelenjar getah bening leher,
    khususnya anak berumur < 15 tahun.
  • Anak harus segera dirawat di rumah sakit apabila
    dicurigai menderita difteri agar segera mendapat pengobatan dan
    pemeriksaan laboratorium untuk memastikan apakah anak benar menderita
    difteri.
  • Apabila anak anda didiagnosis difteri,
    akan diberikan tatalaksana yang sesuai termasuk perawatan isolasi
  • Untuk memutuskan rantai penularan,
    seluruh anggota keluarga serumah harus segera diperiksa oleh dokter dan
    petugas dari Dinas Kesehatan, serta mendapat obat yang harus dihabiskan
    untuk mencegah penyakit, apakah mereka juga menderita atau karier (pembawa
    kuman) difteri dan mendapat pengobatan.
  • Anggota keluarga yang tidak menderita
    difteri, segera dilakukan imunisasi DPT/DT/Td sesuai usia.
  • Laksanakan semua petunjuk dari Dokter dan
    Petugas Kesehatan setempat
  • Setelah imunisasi DPT, kadang-kadang
    timbul demam, bengkak dan nyeri ditempat suntikan DPT, yang merupakan
    reaksi normal dan akan hilang dalam 1-2 hari. Bila anak
    mengalami demam atau bengkak di tempat suntikan, boleh minum obat penurun
    panas parasetamol sehari 4 x sesuai umur, sering minum jus buah atau susu,
    serta pakailah baju tipis atau segera berobat ke petugas kesehatan
    terdekat.
  • Anak dengan batuk pilek ringan dan tidak
    demam tetap bisa mendapatkan imunisasi DPT/DT/Td sesuai usia. Jika
    imunisasi tertunda atau belum lengkap, segera lengkapi di fasilitas
    kesehatan terdekat.